Abu Hurairah dan keluarganya membagi malam menjadi tiga bagian.
Sepertiga pertama ia bangun dan shalat, sepertiga kedua istrinya bangun
dan sepertiga ketiga anak laki-lakinya bangun, dan mereka bergantian
saling membangunkan. Dalam hal ini Abu Hurairah melaksanakan Hadits
Rasul SAW yang berbunyi “Semoga Allah swt memberikan rahmat seorang
suami yang bangun malam untuk shalat kemudian membangunkan istrinya,
apabila istrinya menolak ia percikan air kemuka istrinya, semoga Allah
memberikan rahmat kepada seorang istri yang bangun dan shalat kemudian
membangunkan suaminya, apabila suaminya menolak ia percikan air ke wajah
suaminya “ (HR. Abu Daud).
Salah seorang ulama terdahulu bangun di malam yang sangat dingin,
saat meletakkan tangannya di bejana air, beliau merasakan sakit karena
saking dinginnya air itu, beliau ingin kembali ke atas tempat tidur dan
tidak wudhu, namun beliau paksakan mencelupkan tangannya ke dalam air
seraya berkata: “sungguh ini lebih ringan daripada panasnya api jahanam”
Sebagian ulama salaf melaksanakan Shalat subuh dengan wudhu Shalat isya’nya.
Sebagian lagi Shalat subuh dengan wudhu Shalat Isya selama 40 tahun.
Apakah ini terjadi begitu saja? Tidak, semuanya membutuhkan proses dan perjuangan.
Tsabit Al Banani berkata, “Saya merasakan kesulitan untuk shalat
malam selama 20 tahun dan saya akhirnya menikmatinya 20 tahun setelah
itu. Jadi total beliau membiasakan shalat malam selama 40 tahun. Ini
berarti shalat malam itu butuh usaha, kerja keras dan kesabaran agar
seseorang terbiasa mengerjakannya.
Beginilah keadaannya, selalu dalam peperangan menghadapi dirinya dan setan.
Sebagian mengatakan: “dulu bangun malam amat sulit untukku, aku
berjuang sekuat tenaga sehingga aku bisa menikmati lezatnya selama dua
puluh tahun.
‘Amr bin Al ‘Ash radhiyallahu ‘anhu berkata, “Satu raka’at shalat
malam itu lebih baik dari sepuluh rakaat shalat di siang hari.”
Al-Hasan berkata: Bersungguh-sunnguhlah (untuk beribadah) pada waktu
malam dan perpanjanglah shalat kalian sehingga waktu menjelang pagi,
kemudian duduklah untuk berdo’a, merendahkan diri (di hadapan Allah) dan
beristigfar
Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata, “Barangsiapa yang shalat
malam sebanyak dua raka’at maka ia dianggap telah bermalam karena Allah
Ta’ala dengan sujud dan berdiri.” (Disebutkan oleh An Nawawi dalam At
Tibyan 95)
Ada yang berkata pada Al Hasan Al Bashri , “Begitu menakjubkan orang
yang shalat malam sehingga wajahnya nampak begitu indah dari lainnya.”
Al Hasan berkata, “Karena mereka selalu bersendirian dengan Ar Rahman
-Allah Ta’ala-. Jadinya Allah menghadiahkan sebagian dari cahaya-Nya
pada mereka.”
Abu Sulaiman AD Darani berkata: “ahli ibadah melewati malamnya lebih
lezat dari para pencari kenikmatan duniawi, kalau tidak karena Shalat
malam maka aku bosan tinggal di dunia”
WAHAB bin munabbih berkata: “Shalat malam akan mengangkat derajat
orang yang lemah, memuliakan orang yang terhina, puasa di siang hari
akan menjauhkan seorang hamba dari godaan syahwat dan tidak ada waktu
istirahat bagi seorang mukmin sebelum surga”
Ada yang berkata pada Ibnu Mas’ud, “Kami tidaklah sanggup mengerjakan
shalat malam.” Beliau lantas menjawab, “Yang membuat kalian sulit
karena dosa yang kalian perbuat.”
Lukman berkata pada anaknya, “Wahai anakku, jangan sampai suara ayam
berkokok mengalahkan kalian. Suara ayam tersebut sebenarnya ingin
menyeru kalian untuk bangun di waktu sahur, namun sayangnya kalian lebih
senang terlelap tidur.” (Al Jaami’ li Ahkamil quran)”
Ibnu Abbas berkata: “barangsiapa yang ingin dimudahkan oleh Allah
dari lamanya berdiri pada hari kiamat maka hendaklah dia terlihat oleh
Allah dalam keadaan sujud dan berdiri di kegelapan malam takut akan
akhirat dan berharap rahmat Allah”
Mereka adalah hamba-hamba Allah yang menghabiskan waktu malamnya
dalam sujud dan berdiri, menegakkan Shalat, mengangkat dirinya dari
empuknya kasur, heningnya malam, mereka kalahkan godaan tidur,
mengutamakan bermunajat pada Allah, mengharap pahalanya dan takut akan
siksanya.
Saat kematian mendatangi Ibnu Umar, beliau berkata: “saya tidak sedih
meninggalkan urusan dunia ini kecuali rasa haus dalam hijrah dan
nikmatnya Shalat malam”
Shalat malam adalah menjauhkan diri dari keramaian hidup, bermunajat
dengan Dzat yang Maha mulia, memohon ampunan dan maghfirohNya, mengharap
belas dan kasihNya…Allahu Akbar….mereka tidak bisa menikmati tidur
karena mengingat sepinya kubur, beratnya beban pada hari kebangkitan
tatkala dibangkitkan semua yang ada di kubur, di buka semua yang di
dada.
Oleh karenanya, Qotadah berkata: “orang munafiq tidak akan pernah (bisa) menghabiskan waktu malamnya dalam ketaatan”
Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya dan mereka selalu berdoa
kepada Rabbnya dengan penuh rasa takut dan harap, serta mereka
menafkahkan apa apa rezki yang kami berikan. Tak seorangpun mengetahui
berbagai nikmat yang menanti, yang indah dipandang sebagai balasan bagi
mereka, atas apa yang mereka kerjakan. (QS. As-Sajdah: 16-17)
Bahkan kita bisa mendapatkan bagaimana orang-orang terdahulu
berlomba-lomba mengajak orang lain untuk mendapatkan keutamaan ini.
Salah seorang di antara mereka apabila bangun di waktu sahur sementara
kebanyakan penduduk masih pada terlelap dalam tidurnya, beliau berkata
dengan suara keras: “wahai manusia, wahai manusia..apakah kalian tidur
sepanjang malam? Kenapa kalian tidak Shalat malam???
Sufyan ats-Tsauri mengatakan: “Hanya karena satu dosa, aku kehilangan
sholat malam selama lima bulan.” Ia ditanya,”apa dosa tersebut?” Ia
menjawab,”Ketika aku melihat orang yang menangis, aku berkata dalam
hatiku, ‘orang ini menangis karena ingin dipuji oleh orang lain.”
Atha’ ibn Abi Rabah berkata “Sesungguhnya qiyamul lail itu
menghidupkan badan, menerangi hati, membuat air muka bercahaya serta
menguatkan penglihatan dan anggota badan, seseorang apabila melaksanakan
qiyamul lail akan merasakan kegembiraan dan apabila terlewat qiyamul
lailnya maka ia akan merasa sangat sedih seakan-akan ia telah kehilangan
sesuatu yang sangat berharga “ (Al-bidayah wa Nihayah 9/294).
Inilah yang dianjurkan oleh Imam Muhammad bin Sirrin “Hendaklah
kalian laksanakan qiyamul lail walaupun hanya sesusuan sapi.” (Azzuhud :
306).
Diceritakan lebih dari satu dari kalangan mereka (generasi awal)
bahwa tidak ada hal yang paling mereka sesalkan apabila mereka
tinggalkan dalam kehidupan dunia ini kecuali “Puasa diwaktu terik
matahari dan shalat ditengah malam”.
Kecintaan mereka kepada qiyamul lail sampai menjadikan mereka merasa
sangat sedih apabila malam pergi dan siang datang. Imam Sufyan Atsauri
berkata “apabila datang waktu malam aku sangat bahagia dan apabila
datang waktu siang aku sangat sedih” (Al-Jarh Wa Ta’dil 1/85).
Abu Yazid memberitakan tentang keadaan Imam Sufyan Atsauri “bahwa
apabila datang waktu pagi beliau meluruskan kakinya ke atas tembok dan
meletakan kepalanya ke tanah agar darah kembali ke posisinya semula
karena qiyamul lailnya yang begitu panjang” (Al-Jarh Wa Ta’dil 1/95).
Karena semangatnya dalam melaksanakan ibadah ini, mereka jadikan ini
sebagai pesan utama dari generasi ke generasi. Sebagaimana yang
diriwayatkan oleh Muawiyah bin Qurrah bahwa apabila selesai melaksanakan
shalat isya’ ayahnya berpesan kepada anak-anaknya “Wahai anak-anakku
segeralah kalian tidur mudah-mudahan Allah SWT mengaruniakan kalian
kebaikan (Qiyamul Lail)” (Az zuhud imam Ahmad 187).
Dari Utsman bin Hukaim, dia bekata, “aku pernah mendengar Sa’id bin
Musayyib berkata, ‘selama 30 tahun, setiap kali para muadzin
mengumandangkan adzan, pasti aku sudah berada di masjid.”
Beliau juga pernah mengatakan, “aku tidak pernah ketinggalan takbir
pertama dalam shalat selama 50 tahun. Aku juga tak pernah melihat
punggung para jamaah, karena aku selalu berada di shaf terdepan selama
50 tahun.”
Saat penglihatan beliau mulai melemah seseorang berkata kepada
beliau, bawalah obor bersamamu agar menerangi jalan. Beliau berkata:
“cukuplah bagiku cahaya Allah”.
Seorang ulama salaf menangis saat mau meninggal, ketika ditanya apa
yang membuatmu menangis? Beliau menjawab: “aku menangisi hari dimana aku
tidak puasa dan malam dimana aku tidak bangun”
Ibnu Jauzi berkata: “kalau Shalat malamku ditukar dengan usia Nahi Nuh dalam kekayaan Qorun niscaya aku akan rugi”
“Setan mengikat pada ujung kepala salah seorang diantara kalian jika
tidur dengan tiga ikatan. Masing-masing ikatan mengatakan : “Engkau
masih memiliki malam yang panjang, maka tidurlah!’ Jika ia bangun lantas
menyebut nama Allah, maka terlepaslah satu ikatan. Jika ia berwudlu,
maka lepaslah ikatan berikutnya. Dan jika ia mengerjakaan sholat, maka
terlepaslah satu ikatan lagi, sehingga keesokan harinya ia menjadi giat,
demikian juga jiwanya akaan menjadi baik. Jika tidak demikian, maka
keesokan harinya ia menjadi kotor jiwanya lagi pemalas.” (HR. Muslim
1163).
Aku menangis bukan karena takut mati atau karena kecintaanku kepada
dunia. Akan tetapi, yang membuatku menangis adalah kesedihanku karena
aku tidak bisa lagi berpuasa dan shalat malam.”
(‘Amir bin ‘Abdi Qais)
Sumber : www.eramuslim.com link sumber
0 komentar:
Posting Komentar